11 Desember 2012

Walikota pertama Bandung

Sejak selesainya jalur Grote postweg pada 25 Mei 1810, Daendels lalu menugasi Bupati Bandung untuk memindahkan ibukota Kabupaten Bandung dari Dayeuh Kolot ke lokasi Alun-alun Bandung. Mula-mula Bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian ke Balubur hilir selanjutnya pindah ke kampung Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan sekarang). Bandung diresmikan sebagai ibu kota baru Kabupaten Bandung dengan surat keputusan 25 September 1810, tanggal inilah yang ditetapkan sebagai hari jadi kota Bandung.

Tanggal 1 April 1906 merupakan awal pertumbuhan yang legendaris karena Bandung ditetapkan menjadi Kotapraja Mandiri (gemeente), pada masa itu terjadi dualisme pemerintahan yaitu Keresidenan Priangan dan Gemeente Bandung. Pemerintah Gementee Bandung dipimpin secara berturut-turut oleh lima ketua dewan yang merangkap sebagai asisten Residen. Jabatan rangkap terebut lalu dihapuskan dan selanjutnya Gementee dipimpin oleh seorang burgemeester (walikota) yang diangkat oleh Gubernur Jendral. Lalu siapakah walikota pertama Bandung? dia adalah Meneer B. Coops.

Meneer B Coops (sumber : google.com)

Meneer B.Coops yang menjadi walikota bandung selama 15 tahun (1913-1928), sebelum menjadi walikota beliau pernah menjadi pelaut kemudian prajurit kelas 3 pada resimen infanteri pegunungan dari KNIL. Pernah juga jadi anggota polisi "Oud-Schout" dan terakhir tahun 1914 ia pensiun dengan pangkat Oud-adjunct Hoofdcommissaris van politie. Beliau lahir di Doesburg, 27 September 1874 dan meninggal di Den Haag, 12 Januari 1966 pada umur 91 tahun.

Tatkala memangku jabatan sebagai walikota Bandung, tuan B. Coops telah tua renta, untuk membuktikan dirinya sehat wal afiat pada ultah yang ke-80 beliau jalan kaki dari bandoeng menuju puncak G. Papandayan untuk memperingatinya. tepat pukul 24.00 malam saat berusia 4160 minggu lebih 1 hari, 9 jam, 12 menit ia sampai dipuncak. dengan suka cita ratusan warga bandoeng menyambutnya sambil menyapa "hallo, goeden morgen, mijnheer Coops, hoe gaat' t met U?".

Beliau terkenal ramah, peka dan tanggap atas keinginan warganya, ia mengurus kota bandoeng seperti mengurus halamannya sendiri. Sangat mengetahui seluk beluk kotanya, tiap pagi sarapan koran untuk mengetahui kritik dan keluhan masyarakat. (sekedar info Bandung dahulu belum seluas sekarang, Batas timur ialah kaca-kaca wetan (prapatan lima), batas barat ialah kacakaca kulon (dekat pasar Andir), batas utara sampai kantor kotamadya (Jl. Aceh) dan batas selatan baru sampai Kebon Kalapa. Sedang penduduknya baru ribuan orang).

Sekitar tahun 1922 seorang murid "Mulo" mengalami kecelakaan diturunan jalan tamansari (depan unisba sekarang) rem sepedanya blong, dengan kecepatan tinggi meluncur dan menabrak monumen pahlawan penerbang Engelbert van Bevervoorde yang terletak di tengah simpang jalan dan .. meninggal. Mendapat laporan tersebut walikota B. Coops langsung memerintahkan membongkar mon.Kapitein Engelbert ke pinggir jalan. " Biar monumen pahlawan, tapi dia tidak berhak mencabut nyawa seorang anak" begitu kata walikota B. Coops yang cepat bertindak.

Pengganti B. Coops adalah Ir. J.E.A von Wolzogen Kuhr, seorang maha guru dari "Technische Hoogeschool" (ITB sekarang). The right man on the right place, sebab pada masa itu kota Bandung sedang giat membangun. Pada masa Burgemeester Kuhr Bandung mulai melaksanakan rancangan tata kotanya sehingga bentuknya seperti "Parijs van Java" yang terkenal itu.untuk mengabadikan jasa-jasa kedua pendahulu walikota bandung tersebut, dua ruas jalan di Bandung dinamakan Burgemeester Coopsweg (penggal jl. Pajajaran sekarang) dan Burgemeester Kuhrweg (jl. Purnawarman sekarang).

Kita pasti merindukan sosok seperti beliau, yang begitu peduli dan cepat tanggap terhadap keinginan warganya. Semoga walikota yang sekarang atau yang akan datang dapat memenuhi kriteria tersebut, jadi kalau ada pemilihan walikota jangan golput atau asal memilih. Karena kebijakannya berhubungan langsung dengan perkembangan kota yang kita cintai ini.. semoga bermanfaat...

 
Sumber : Wajah Bandoeng tempoe doeloe (Haryoto Kunto), Pikiran Rakyat, KITLV

Tidak ada komentar:

Posting Komentar